TERDAPAT dua ayat di
dalam Al-Qur’an yang menyebut harta dan anak sebagai fitnah, yaitu surah
Al-Anfal ayat 28 dan surah At-Taghabun ayat 15,
♥ ♥ ♥ ♥ “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu adalah
fitnah (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Perbedaannya: pada surah Al-Anfal, Allah menggunakan redaksi
pemberitahuan “ketahuilah”, sedangkan pada surah At-Taghabun menggunakan
redaksi penegasan “sesungguhnya”. Namun ungkapan yang mengakhiri kedua
ayat tersebut sama, yaitu “di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Sehingga bisa dipahami bahwa fitnah harta dan anak bisa menjerumuskan
ke dalam kemaksiatan, namun di sisi lain justru bisa menjadi peluang
meraih pahala yang besar dari Allah سبحانه وتعالى. Dan makna yang kedua
itulah yang dikehendaki oleh Allah, sehingga Allah mengingatkannya di
akhir ayat yang berbicara tentang fitnah anak dan harta “dan di sisi
Allah-lah pahala yang besar”.
♥ ♥ ♥ ♥ ”Dan ketahuilah, bahwa
hartamu dan anak-anakmu itu adalah fitnah dan sesungguhnya di sisi
Allah-lah pahala yang besar.” (Al-Anfal: 28)
||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||
Fitnah dalam kedua ayat ini bukan dalam arti Bahasa Indonesia (BiHi:
Malaysia juga), yaitu setiap perkataan yang bermaksud menjelekkan orang,
seperti menodai nama baik atau merugikan kehormatannya. Tetapi fitnah
yang dimaksud dalam konteks harta dan anak seperti yang dikemukakan oleh
Asy-Syaukani adalah bahwa keduanya dapat menjadi sebab seseorang
terjerumus dalam banyak dosa dan kemaksiatan, demikian juga dapat
menjadi sebab mendapatkan pahala yang besar.
Inilah yang
dimaksud dengan ujian yang Allah uji pada harta dan anak seseorang.
Fitnah di sini juga dalam arti bisa menyibukkan atau memalingkan dan
menjadi penghalang seseorang dari mengingat dan mengerjakan amal taat
kepada Allah, seperti yang digambarkan oleh Allah tentang orang-orang
munafik sehingga Dia menghindarkan orang-orang beriman dari
kecenderungan ini dalam firman-Nya,
♥ ♥ ♥ ♥ “Hai orang-orang
beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang merugi.” (Al-Munafiqun: 9)
Rasulullah صلى الله
عليه وسلم juga menyebut kedua kemungkinan ini dalam hadits Aisyah
radhiallahuanha ketika beliau memeluk seorang bayi,
♥ ♥ ♥ ♥
”Sungguh mereka (anak-anak) dapat menjadikan seseorang kikir dan
pengecut, dan mereka juga adalah termasuk dari haruman Allah سبحانه
وتعالى.”
Fitnah anak dalam arti bisa mengganggu dan
menghentikan aktivitas seseorang pernah dirasakan juga oleh Rasulullah
صلى الله عليه وسلم. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi
dan Abu Daud dari Abu Buraidah bahwa ketika Rasulullah صلى الله عليه
وسلم sedang menyampaikan khutbahnya kepada kami, tiba-tiba lewatlah
kedua cucunya Hasan dan Husein mengenakan baju merah sambil berlari dan
saling kejar mengejar. Begitu melihat kedua cucunya, Rasulullah kontan
turun dari mimbar dan mengangkat keduanya seraya mengatakan,
♥
♥ ♥ ♥ ”Maha Benar Allah dengan firman-Nya, ”Sesungguhnya harta dan
anak-anak kamu adalah fitnah”. Aku tidak sabar melihat keduanya sampai
aku menghentikan ceramahku dan mengangkat keduanya.”
Dalam konteks ini, Ibnu Mas’ud radhiallahuanhu mengajarkan satu doa yang tepat tentang harta dan anak. Beliau mengungkapkan,
|| ”Janganlah kalian berdoa, dengan doa ini, ”Ya Allah, lindungilah
kami dari fitnah.” Karena setiap kalian ketika pulang ke rumah akan
mendapati harta, anak dan keluarganya bisa mengandungi fitnah, tetapi
katakanlah, ”Ya Allah aku berlindung kepada engkau dari fitnah yang
menyesatkan.”
||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||
Secara korelatif tentang fitnah harta dan anak dalam surah At-Taghabun,
Imam Ar-Razi dalam At-Tafsir Al-Kabir menyebutkan, karena anak dan
harta merupakan fitnah, maka Allah memerintahkan kita agar senantiasa
bertaqwa dan taat kepada Allah setelah menyebutkan hakikat fitnah
keduanya,
♥ ♥ ♥ ♥ ”Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang
baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (At-Taghabun:
16)
Apalagi pada ayat sebelumnya, Allah menegaskan akan kemungkinan sebagian keluarga berbalik menjadi musuh bagi seseorang,
♥ ♥ ♥ ♥ ”Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara istri-istrimu
dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu
terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta
mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (At-Taghabun: 14)
Sedangkan tentang fitnah harta
dan anak dalam surah Al-Anfal, Sayyid Quthb menyebutkan korelasinya
dengan thema amanah ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu
mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui”. (Al-Anfal: 27), bahwa harta dan anak merupakan objek ujian
dan cobaan Allah سبحانه وتعالى yang dapat saja menghalang seseorang
menunaikan amanah Allah dan Rasul-Nya dengan baik. Padahal kehidupan
yang mulia adalah kehidupan yang menuntut pengorbanan dan menuntut
seseorang agar mampu menunaikan segala amanah kehidupan yang diembannya.
Maka melalui ayat ini Allah سبحانه وتعالى ingin memberi peringatan
kepada semua khalifah-Nya agar fitnah harta dan anak tidak melemahkannya
dalam mengemban amanah kehidupan dan perjuangan agar meraih kemuliaan
hidup di dunia dan di akhirat.
||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||
Dan inilah titik lemah manusia di depan harta dan anak-anaknya.
Sehingga peringatan Allah akan besarnya fitnah harta dan anak diiringi
dengan kabar gembira akan pahala dan keutamaan yang akan diraih melalui
sarana harta dan anak.
Lebih jauh, korelasi ayat di atas dapat
ditemukan dalam beberapa ayat yang lain. Al-Qurthubi misalnya, menemukan
korelasinya dengan surah Al-Kahfi: 46 yang bermaksud,
♥ ♥ ♥ ♥
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi
amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi
Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”,
Bahwa harta
kekayaan dan anak wajar menjadi perhiasan dunia yang menetramkan
pemiliknya karena pada harta ada keindahan dan manfaat, sedangkan pada
anak ada kekuatan dan dukungan.
Namun demikian kedudukan
keduanya sebagai perhiasan dunia hanyalah bersifat sementara dan bisa
menggiurkan serta menjerumuskan. Maka sangat tepat jika ayat
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu adalah fitnah (bagimu), dan di
sisi Allah-lah pahala yang besar. (At-Taghabun: 15) dan ayat “Hai
orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu
dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka
itulah orang-orang yang merugi.” (Al-Munafiqun: 9) menjadi pengingat
jika kemudian terjadi harta dan anak justru menjauhkan pemiliknya dari
Allah سبحانه وتعالى.
Berbeda dengan At-Thabari, ia memahami korelasi kontradiktif ayat ini dengan surah Ali Imran ayat 38,
♥ ♥ ♥ ♥ “Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya
Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik.
Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.”
Menurut Ath-Thabari,
secara tekstual ayat ini bisa dipahami bertentangan dengan ayat yang
memberi peringatan akan kemungkinan bahaya dan fitnah yang ditimbulkan
dari harta dan anak. Padahal nabi Zakaria sendiri berdoa agar
dikaruniakan keturunan yang banyak. Maka pemahaman yang cenderung
kontradiktif ini diluruskan sendiri oleh Ath-Thabari dengan mengemukakan
bahwa anak yang di pohon oleh Zakaria adalah anak keturunan yang shaleh
yang bisa memberi manfaat di dunia dan akhirat.
Sedangkan
yang dikhawatirkan adalah kriteria harta dan anak yang justru melalaikan
dari mengingat Allah سبحانه وتعالى seperti yang Allah tegaskan dalam
salah satu firman-Nya,
♥ ♥ ♥ ♥ “Hai orang-orang beriman,
janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.
Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang
merugi.” (Al-Munafiqun: 9)
Dalam konteks ini, Nabi Muhammad
sendiri pernah mendoakan harta dan anak yang banyak kepada sahabat Anas
bin Malik radhiallahuanhu,
♥ ♥ ♥ ♥ “Ya Allah perbanyaklah untuknya harta dan anak, dan berkahilah setiap apa yang Engkau anugerahkan kepadanya.”
Demikian keseimbangan yang diajarkan oleh Allah سبحانه وتعالى dalam
menyikapi fitnah harta dan anak yang menduduki posisi tertinggi dari
titik lemah manusia. Harta dan anak memiliki potensi yang sama dalam
menghantarkan kepada kebaikan atau menjerumuskan seseorang kepada dosa
dan kemaksiatan. Sudah sepantasnya peringatan Allah dalam konteks fitnah
harta dan anak senantiasa yang sering kita ingat karena hanya
peringatan Allah yang mencerminkan kasih sayang-Nya yang layak untuk
diingat,
♥ ♥ ♥ ♥ “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (At-Tahrim:6).
Wallahu a'lam bishawab,
No comments:
Post a Comment